Lawyer Perempuan di Balik Penyelesaian Kasus Korupsi dan Pengadilan Militer
Novi Pramita Rahmasari berhasil menjadi tim leader untuk kasus korupsi dan menjadi lawyer sipil pertama yang mendapat izin beracara dari Panglima TNI.
Kasus korupsi di Indonesia seolah tak ada habisnya. Posisi lawyer sedikit banyak sangat berpengaruh sebagai bagian dari penegak hukum dalam kasus tersebut. Tak sedikit lawyer kondang yang tersorot menangani kasus tersebut. Di antara deretan lawyer kondang tersebut, terselip satu nama perempuan yang menjadikan kasus korupsi sebagai perkara favoritnya. Ia adalah Direktur Kantor Hukum Pro Alliance, Novi Pramita Rahmasari. Tanpa rencana khusus ia terjun menangani kasus-kasus korupsi yang sering membuatnya dilihat sebagai lawyer “garang”.
“Saya punya banyak pengalaman di kantor hukum sebelumnya menangani kasus korupsi, makin ke sini untuk perkara pidana kasus korupsi adalah favorit saya,” ujar Mita saat ditemui Hukumonline, Rabu (17/7/2024).
Mulanya, Mita sangat menyukai bidang litigasi komersial. Sebelum mendirikan kantor hukum bersama rekannya, Mita kerap menangani kasus korupsi. Sebut saja kasus Hambalang hingga kasus kuota impor daging sapi.
Baginya kasus korupsi masih sejalur dengan bidang kesukaannya yaitu litigasi komersial. Hal ini dinilainya dari pengadaan barang yang ujungnya mengarah ke komersial litigasi. Proses pengadaan tersebut tidak hanya terkait unsur pidana tetapi juga berkaitan dengan kontrak.
Sidang penyelesaian kasus korupsi yang efisien dan memiliki tenggat waktu pasti juga menjadi salah satu faktor Mita menyukai bidang ini. Ini berbeda ketika beracara selain pengadilan korupsi yang tidak memiliki rentang waktu yang bisa diperkirakan.
“Saya merasa sidang korupsi lebih nyata adrenalinnya. Sebelumnya saya sering beracara di PN maupun PTUN tetapi tidak ada vibe yang seperti kasus korupsi,” kata alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini.
Tidak hanya itu, Mita juga beberapa kali menangani kasus di Pengadilan Militer. Mita dan timnya bahkan menjadi lawyer sipil pertama yang mendapat izin beracara dari Panglima TNI.
Mita menyadari cukup sulit bersaing dengan banyak lawyer di zaman ini. Berbeda pada saat ia baru berkarier menjadi lawyer pada 15 tahun lalu. Kini banyak lawyer muda yang sudah membuka kantor hukum. Mau tidak mau ia harus punya spesialisasi yang tidak umum agar bisa relevan di industri jasa hukum.
“Awal mula menangani kasus di Pengadilan Militer saya berpikir masih jarang lawyer sipil yang beracara di Pengadilan Militer, dan ketika saya di posisi itu saya berpikir wah keren juga ternyata. Ini bisa menjadi batu loncatan dalam karir saya,” kata dia.
Awal mula Mita dan tim mendapat izin beracara sebagai lawyer sipil di Pengadilan Militer karena menjadi penasihat hukum dari kliennya yang berpangkat perwira tinggi bintang tiga. Klien tersebut harus meminta atasannya yang pangkatnya lebih tinggi yaitu Panglima TNI. “Saya dan tim saat itu bangga ya, bisa menjadi lawyer sipil pertama yang diberi izin langsung oleh Panglima TNI,” lanjut Mita.
Akibat dari menangani kasus di Pengadilan Militer, Mita menjadi banyak bekerja sama dengan aparat hukum militer. Bahkan oditur atau pejabat penuntut di Pengadilan Militer menyarankan Mita untuk memberi saran kepada penyelenggara ujian advokat agar juga memasukkan materi hukum acara militer.
“Adanya berita soal lawyer sipil tidak bisa mendampingi di Pengadilan Militer, ternyata bisa kok selama ada izin dari pejabat yang berwenang,” imbuh dia.
Sebagai perempuan yang tidak berpenampilan garang layaknya lawyer pada kasus korupsi lainnya, Mita tidak pernah didiskreditkan sebagai perempuan. Terkadang ia juga memiliki perasaan takut. Namun, selama dia bekerja profesional dan sesuai prosedur maka ia meminggirkan ketakutan tersebut.
“Takut pasti ya, itu resiko pekerjaan. Tapi selama ini tidak ada pendiskreditan karena saya perempuan. Mereka juga melihat kerja saya profesional dan performa saya baik, tidak menye-menye dan cukup tegas saat di persidangan,” jelasnya.
Mita selalu menanamkan dalam dirinya bahwa pekerjaannya bukan untuk menjatuhkan pihak lain, melainkan untuk mengungkap kebenaran dan keadilan. Cara ini membuatnya tegar dalam setiap perkara. Selama ia berjalan sesuai ketentuan dan mempunyai hati nurani untuk kepentingan klien, maka ia akan menyelesaikan tugas tersebut dengan baik.
“Saya hanya takut dengan Tuhan karena saya yakin menjalankan pekerjaan dengan benar. Selama saya memperlakukan klien dan rekan sejawat dengan baik, maka saya tidak akan punya musuh. Persoalan di persidangan cukup di persidangan, di luar itu kita berteman dan merangkul,” katanya.
Source: Hukum Online